Di antara banyaknya tempat makan yang sudah mereka
lewati, tetap saja semuanya ramai, tidak ada yang sepi, dan terlihat menarik.
Mereka berdua mencari tempat yang jauh dari keramaian, sunyi, dan nyaman hanya
untuk sekadar ngobrol. Ada satu warung makan yang menarik perhatian Eva. Tidak
terlalu sepi, tapi terlihat nyaman dan enak untuk beristirahat sebentar setelah
perjalanan jauh dari Semarang. "Mas, mampir ke warung itu ya ...."
Tangan kanan Eva menunjuk ke arah warung itu dan tangan satunya lagi memeluk tubuh
Yuri. Eva melihat senyuman manis dari laki-laki yang sedang ia peluk,
menandakan bahwa Yuri mengiyakan permintaannya.
Warung itu terletak di dekat Jembatan Sigandul (sebuah
jembatan yang berada di daerah Kledung, Temanggung). Suasana dataran tingginya
yang tidak lepas dari hawa dingin, pemandangan Gunung Sindoro dan Gunung
Sumbing, dan keberadaan mereka berdua di sana adalah sesuatu yang hampir
mendekati sempurna (versi mereka sendiri).
"Eh, masnya lagi, mau pesan apa, Mas? ini mau
berangkat ke Semarang atau pulang kampung?" ibu penjual warung itu menyapa
dengan hangat kepada Yuri.
"Dari Semarang, mau pulang, Bu. Seperti biasa,
deh. Kopi hitam satu dan mi goreng setengah matangnya dua, terus yang terakhir
es susu Zee putihnya satu ya, Bu." Yuri membalas sapaan ibu penjual warung
itu dengan senyuman akrabnya. Melihat Yuri begitu akrab dengan ibu penjual
warung itu membuat Eva sedikit penasaran. Ia menunggu di tempat duduk sebelah
pojok warung sambil melihat Yuri yang cengar-cengir berjalan mendekatinya.
"Aku sudah biasa berhenti di sini semenjak
semester satu sampai sekarang hanya untuk meminum segelas kopi hitam panas dan
merokok beberapa batang kalau sedang perjalanan berangkat ataupun pulang dari
Semarang. Oleh karena itulah kami sangat akrab, Sayang ...," celoteh Yuri
yang tahu betul ekspresi kekasihnya itu, menandakan bahwa ekspresi Eva seperti
seseorang yang sedang merasa penasaran kepada suatu hal (keakraban dirinya dan
ibu penjual warung).
Di warung itu, selain Yuri dan Eva, ada juga satu
pasang kekasih lainnya. Sepasang kekasih itu terlihat sedang tidak baik-baik
saja. Kemungkinan mereka sedang bertengkar karena ada suatu hal terjadi pada
hubungan mereka. Yuri dan Eva mencoba menebak apa yang sedang terjadi di dalam
hubungan sepasang kekasih itu. Mungkin cuma perdebatan sebab perbedaan
pendapat, atau salah satunya sudah mengingkari janji yang sudah mereka
sepakati, atau memang mereka sudah tidak saling cinta dan memilih untuk
mengakhiri hubungannya.
"Mas, kalau ada sesuatu yang salah di antara
kita, apa yang akan kamu lakukan? Apakah akan seperti mereka yang saling
menyalahkan dan berbicara dengan nada tinggi lalu saling diam, atau
bagaimana?" Eva memandangi Yuri yang sedang memakan pisang goreng hangat.
Yuri tersenyum lebar sembari mengelus kepala Eva yang terbaring lelah di
pangkuannya. Ia melihat wajah Eva yang penuh dengan ketakutan, berasal dari
pikirannya sendiri yang mungkin sedang mampir di suatu tempat yang mengerikan.
"Aku ini seperti racun, Mas. Tidak akan ada orang
yang bisa hidup bersama diriku, mereka semua akan mati karena aku akan
membunuhnya."
Yuri tiba-tiba mencubit pipi Eva, mencium kening Eva
yang lebar bagaikan lapangan sepak bola. Eva pun kaget. Ia mencoba bangun dari
pangkuan Yuri. Tanpa sempat memandangi wajah dari kekasihnya itu, Ia tertahan
oleh pelukan hangat darinya. Pelukan itu terasa nyaman, membawanya ke sebuah
tempat yang tenang, sunyi, dan indah. Tempat itu berhasil menepis segala
ketakutan yang ada pada dirinya.
"Aku akan tetap memelukmu, memainkan rambut pendekmu itu, dan menciummu dengan kecupan yang selalu kau tunggu setiap aku pulang. Aku sangat bersedia mati dengan racun itu karena itu adalah dirimu, Eva."