Foto dari Hong daewoong di pixabay |
Di siang hari yang biasanya matahari bersinar sangat terik
dan memancarkan hawa panas, entah kenapa suasana sedang terasa begitu sejuk.
Dan di angkringan Jogja ini, perasaan dan pikiranku pun lebih
memilih ketidakjelasan dari pada kesejukan suasana yang sedang dirasakan.
Setelah diurutkan, secara runtut dan teliti, ternyata memang
benar kalau aku sedang berada di titik jauh dari diriku sendiri. Aku sedang
tidak berada di dekat diriku sendiri, benar-benar tidak mengetahui diri
sendiri. Oh sialan, ini benar-benar sedang terjadi, gumamku.
Titik fatal, itulah sebutan yang tepat. Sebuah titik di mana
mungkin kehampaan sedang mendominasi. Titik di mana diriku ingin ini dan itu,
ingin semuanya beres sesuai rencana, ingin semuanya baik-baik saja, namun
terkendala oleh banyaknya keinginan-keinginan orang lain yang berhubungan baik
secara sengaja atau tidak sengaja. Semua itu, semua keinginan yang aku punya,
hanya berputar di sebuah keinginan saja. Keinginan yang tidak bisa tercapai
realitanya meskipun sudah melakukan dan mencoba apa saja dengan apa yang sedang
dimiliki untuk mencapainya. Aku sedang gagal, lagi dan lagi.
Perasaanku begitu sangat kacau. Sampai-sampai mendengar suara
orang, suara motor, suara notif bunyi hp, dan suara-suara yang lain, pun
benar-benar terasa tidak nyaman. Suara apa pun yang terdengar membuatku muak.
Ingin rasanya berteriak dengan kencang kepada semua suara-suara itu untuk
segera diam. Tetapi tidak bisa, tidak akan pernah bisa. Jika itu aku lakukan,
egoisme yang aku punya akan menyakiti suara-suara tak bersalah itu. Jadi, aku
simpan saja itu sendiri, bersama dengan pikiranku sedang sakit, lagi dan lagi.
Aduh, dramatis sekali.
Aku tersadar, dari banyaknya hal-hal yang pernah aku temui, aku lakukan, aku pelajari, bahwa hidup tak lepas dari sebuah repetisi. Pengulangan akan hal-hal yang sama, sebenarnya tidak benar-benar sama. Dan, mau ataupun tidak, repitisi itu tidak akan pernah bisa dihindari, sampai akhirnya nanti merasakan kematian.