Foto dari PhotoStock |
Kematian jiwaku terjadi tepat di saat diriku berumur 3 tahun. Aku masih ingat betul, karena waktu itu adalah waktu di mana pertama kalinya aku tersadar bahwa aku hidup di dunia. Seketika jiwaku mati, dan terjebak di raga ini.
Raga ini tetap hidup di dunia, dan ia tak mau mati. Sudah kulakukan berbagai macam cara agar doaku — doa yang berisi permintaan untuk segera mati — dikabulkan oleh Tuhan, namun tak kunjung terjadi.
Setiap bangun dari tidur, aku selalu berharap raga ini tetap diam karena sudah mati. Kenyataannya ia masih saja hidup, tetap bergerak menjalankan rutinitas yang membosankan beserta tetek bengeknya kehidupan ini.
24/7 atau mungkin 365 hari, setiap waktu menjalankan perannya untuk tetap bergerak maju, setiap waktu selalu mengulang angka yang selalu sama, suatu saat nanti, atau secepat mungkin, aku berharap raga ini akan mati.
Setelahnya, setelah ragaku mati, aku tak tahu nasib jiwaku nanti. Entah ke dunia lain, dimensi lain, ataupun di alam lain. Namun yang jelas nantinya jika terpaksa hidup kembali, jiwaku sudah pasti tak akan sudi hidup berdampingan dengan raga yang sama di dunia ini.