Benjut: Pelecehan Seksual Terjadi Karena Salah Wanita!

Foto dari Jenny Holzer's di canadianart.

Di suatu tongkrongan malam bersama teman-teman, ada sesuatu hal menarik yang saya alami. Entah kenapa, dari obrolan teman saya yang tadinya membahas mantan ataupun gebetan dengan segala tetek bengeknya, tiba-tiba saja obrolan yang tadinya santai menjadi sangat serius. Pasalnya, teman saya ini, sebut saja Benjut, mengatakan bahwa wanita merupakan sumber masalah di dunia dibandingkan dengan laki-laki.

Benjut mengatakan alasan kenapa wanita menjadi sumber masalah itu dikaitkan dengan penafsiran pandangan agama yang kita anut. Katanya, orang yang paling banyak masuk neraka adalah wanita. Dia memberikan contoh saat suami minta jatah kebutuhan seksual, jika istri menolak maka akan masuk neraka. Dengan segala dalil dan ilmu yang dia pernah pelajari dari temannya, gurunya, atau yang pernah dia baca, dia lontarkan saat itu juga.

Saya dan kedua teman saya hanya meringis saja. Alasannya ya karena apa yang dikatakan olehnya sangat konservatif sekali dan bisa dikatakan dia mendukung budaya patriarki berkedok agama. Saya pribadi, sangat tidak setuju dan menentangnya namun saya sampaikan dengan obrolan yang masih santai sambil menyeruput kopi hitam dan nyebat. Karena setahu saya dan yang saya yakini, Tuhan mana pun tidak akan pernah mengajarkan kepada laki-laki untuk memperbudak wanita, dan tidak akan pernah pilih kasih terhadap suatu gender perihal rasa sayang-Nya. Semua gender sama rata di mata-Nya.

Namun seketika obrolan makin serius dan kian memanas di saat Benjut mencontohkan lagi sebuah kasus saat wanita menjadi korban pelecehan seksual atau pemerkosaan dan dia menyalahkan wanita. Pelecehan seksual atau pemerkosaan terjadi karena wanita yang bikin masalah beralasan penampilan atau pakaian yang wanita kenakan. Seharusnya wanita begini, berpakaian seperti itu, dan berpenampilan seperti ini. Berengsek. Mungkin karena sudah muak dengan apa yang Benjut katakan, saya tidak bisa mentolerir pandangan seperti itu. Kebangetan. Dan di sinilah, pembantaian keji kepada Benjut oleh saya dan teman saya kemudian terjadi.

Saya cerita kepada Benjut bahwa beberapa hari yang lalu, kekasih saya baru saja menjadi korban pelecehan seksual di Malioboro. Kita tahu sendiri, Malioboro adalah tempat yang ramai pengunjung. Padahal kekasih saya hanya duduk manis di bangku menunggu saya yang sedang menambal ban motor. Dia berpakaian dress hitam panjang lengan pendek, pokoknya cakep. Saya jabarkan ceritanya sedetail mungkin dengan nada yang kurang santai karena mengingatnya saja bikin saya sangat marah. Jika waktu itu juga saya berpapasan dengan pelaku, mungkin sudah geger geden di Malioboro karena yang ada dipikiran saya itu pelaku harus dihukum dengan muka babak belur. Harusnya.

Benjut bertanya, kenapa waktu pacarmu dirangkul dan dipanggil “sayang” tidak menolak rangkulan dan masih duduk saja?

Ohalah, Benjut. Emang Goblok. Pertanyaan Benjut saya jawab dengan emosi. “Tidak semua korban itu bisa langsung reflek untuk melawan pelaku pelecehan seksual. Kekasih saya ingin teriak namun tenggorokannya seperti terganjal sesuatu, ingin bergerak namun tidak bisa karena tubuhnya terasa kaku dan beku. Kekasih saya kaget, Njut. Dia sangat syok waktu itu. Seluruh tubuhnya seolah-olah lumpuh! Su! Goblok!”

Benjut masih diam. Tangan kirinya menggaruk-garuk ketombe di kepalanya dan tangan kanannya digunakan untuk nyebat. Lalu ketombe didapat, baru dia menyeruput kopinya. Namun Benjut masih saja diam. Ekspresinya masih bingung mau ngomong apa.

Sekarang gantian teman saya yang satunya, sebut saja Sudel. Sudel berpendapat tentang kasus santriwati yang diperkosa oleh gurunya atau pengurus pondok padahal mereka sudah berpakaian sangat tertutup. Lalu dia juga bercerita tentang kasus wanita yang sedang mengendarai motor atau jalan kaki namun tetap saja menjadi korban pelecehan seksual oleh laki-laki. Ceritanya detail, dengan menunjukan berita-berita yang ada di internet.

Dan saya kemudian bertanya  lagi, dari pakaian dan penampilan apa pun dari kasus itu, mengapa masih saja terjadi kasus pelecehan atau pemerkosaan? Apakah penampilan menjadi tolak ukur yang valid untuk menyalahkan wanita dalam kasus pelecehan seksual?

Benjut masih terdiam. Teman saya yang satunya lagi, sebut saja Perjak, hanya meringis dan tertawa sambil mengolok-ngolok Benjut dengan kata-kata “Goblok, Tolol, uteke nang silit, Celeng”.

Tidak ada jawaban dari Benjut karena pada saat dia mencoba menjawab, Perjak langsung mencela dan mengolok-ngoloknya terus-terusan. “Alah, kakehen cocot awakmu, Njut!”

Saya kemudian mencoba menjelaskan lagi kepada Benjut dengan pelan. Pemikiran seperti itu sudah seharusnya dibuang jauh-jauh. Pelecehan seksual terjadi tidak memandang pakaian dan penampilan korban, tidak memandang gender, tidak memandang tempat, melainkan karena sebuah nafsu bejat pelaku yang jauh di atas kategori normal. Baik cowok atau cewek, semua bisa saja menjadi korban pelecehan seksual. Dengan menyalahkan korban pelecehan seksual, itu sama saja mendukung si pelaku. Pun kalau dihubungkan dengan kenapa di neraka banyak wanita dibanding laki-laki, itu tidak benar menurutku. Tuhan tidak memandang gender, melainkan memandang keimanan berdasarkan sikap dan perilaku seseorang di masa hidupnya.

Benjut hanya meringis dan langsung pamit untuk pulang duluan. Dia tidak membayar minuman dan makanan yang ia pesan. Dia justru menyuruh Sudel untuk membayarnya nanti.

“Pancen kewan koe, Njut!” Kata Sudel.