The Mountain II

 


Kabut tebal itu terlihat sangat jelas mengitari camp area. "Kabut ini seperti dinding putih yang mengelilingi kita, sungguh sangat indah," ujar Neil di dalam hati melihat ke arah luar tenda. Di sana terdapat beberapa tenda yang berbaris dan juga menghiasi pemandangan pagi itu. Ternyata Yuri sedang duduk sendirian dan tatapannya tertuju ke arah Gunung kembar-Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. "Sejak kapan kau duduk sendirian di sini?"

"Tidak tahu, Neil. Tetapi yang jelas, setelah kalian sudah tertidur pulas. Apakah Jhon masih tertidur?"

"Tentu saja masih. Asal kau tahu, di kos ataupun di gunung ia tetaplah seperti mayat babi yang hidup, tidak akan terbangun kecuali kalau ia ingin bangun dan tertidur dengan mengeluarkan suara seperti babi jantan yang lelah karena harus mengawini sepuluh babi betina setiap harinya," jawabnya mencoba duduk di sebelah Yuri.

"Lebih parahnya lagi. Kau adalah salah satu dari sepuluh babi betina yang dikawininya, Neil."

Mereka berdua menatap gunung yang hanya setengah terlihat karena kabut tebal sudah perlahan mulai menghilangkannya dari pandangan mereka. Pagi yang buruk bagi beberapa orang yang mendaki hanya untuk melihat sunrise ataupun sunset dan pagi yang indah bagi mereka yang hanya menikmati dingin-mau sunrise ataupun sunset hanyalah bonus semata dan yang terpenting adalah kebersamaan di dalam dingin, tidak ramai, tidak berisik, tidak ada orang lain, hanya mereka bertiga. "Ngomong-ngomong, kenapa kau bisa putus dengan pacarmu itu?"

"Aku sudah berada di titik kewarasanku dalam mencintai seorang wanita. Aku merasakan sudah tidak ada kata "saling" di antara kami. Dia itu baik, sangat-sangat baik. Namun jujur saja, menjadi budaknya adalah sesuatu yang aku korbankan selama ini. Kau tahu sendiri diriku, Yuri."

"Kau itu bodoh, sudah lama aku bilang kepadamu, kau sudah tidak waras waktu itu. Namun kau tetap saja ngotot dengan alasan bagaimana cantik dan manisnya dirinya, tapi tidak ada penjelasan secara logis bagaimana dirinya menyikapi keberadaan dirimu. Ia hanya memanipulasi lewat omongan manisnya itu. Sedangkan aku melihat, tidak ada bukti yang sesuai dengan apa yang ia ucapkan lewat bibirnya yang ku anggap seperti anus tokek itu. Sekarang, kau sudah paham tentang apa itu cinta dan sekadar cinta. Aku tidak bilang kau salah, juga tidak bilang kau benar, kau hanya bodoh," Yuri berdiri dan berjalan menuju ke tenda.

"Omonganmu kali ini lumayan jernih juga, Yuri. Ingin ku menciummu," celetuk Neil mengikuti Yuri yang sudah berada di depan tenda.

"Kau boleh menciumku asal di bagian duburku nanti kalau aku selesai berak dan tidak cebok," Yuri menggenggam satu botol air mentah yang akan ia gunakan untuk kepentingan urusan berak. Mereka berdua tertawa bersama diselimuti dingin yang lumayan bisa membuat mereka menggigil. Tawa itu terlihat sungguh nyata, tidak seperti tawa palsu dan mati yang mereka lakukan selama ini. "Ada satu hal yang ingin ku tanyakan padamu, Yuri. Kenapa kau terlihat sangat mencintai Eva?"

"Karena dia adalah dirinya."