Memori Indah yang Pahit

 

Foto dari caveman
Di kerumunan orang-orang itu, di tempat yang sering kau sebut sebagai tempat yang dirasa nyaman untuk berkeluh kesah tentang hal-hal yang membuatmu cemas di dalam hidupmu, kau sibuk dengan layar Handphone-mu.

Di bawah sinar redup yang terpancar dengan hangat itu, di dalam ruangan yang kau sebut-sebut sebagai ruangan yang nyaman kau duduki itu, kau sibuk membalas pesan-pesan yang masuk ke Handphone-mu.

Di sebelah meja kecil yang di atasnya terdapat minuman dan makanan yang kau sukai, di atas bantal kecil nan empuk yang kau duduki, yang di mana dapat membuatmu terhindar dari kerasnya lantai ruangan itu sehingga kau tak perlu mengeluh bahwa pantatmu sedikit tidak nyaman, kau tersenyum dengan begitu cantiknya. Bukan karena kau melihatku, bukan karena kau memahami arti dari tatapan kedua bola mataku, melainkan dari pesan-pesan yang ada di Handphone-mu.

Di bawah joglo kecil di tengah kafe itu, di tengah-tengah kafe dengan dikelilingi percikan air hujan yang mulai deras, suara alunan musik dan nyanyian bernuansa romantis jelas terdengar.

“I’ts not living if is not with you....”

Lirik itu terdengar, tepat di saat aku melihat wajah cantikmu. Tepat di saat kau tersenyum dengan penuh rasa bahagia. Tepat di saat kau melihat layar ponselmu, bukan di saat kau melihatku.

Ah, sial. Kau malam ini sungguh mempesona. Mungkin, jika aku bisa membaca pikiran orang-orang yang ada di sekitarmu, mereka pasti akan melihat wajah cantik nan putihmu itu, melihat bibir indahmu yang sedikit pucat, dan melihat rambut pendekmu yang begitu lucu.

Aku, sungguh benar-benar bahagia dan tersiksa di waktu yang sama. Aku, dari seberang ruangan yang mungkin kau juga tidak melihatku, tak henti-hentinya menatap bagian-bagian terindah di dalam dirimu. Dan aku bahagia.

Aku, di saat kau meminum segelas cokelat dingin yang sangat kau sukai, diiringi dengan ekspresi girang yang kau tunjukkan kepada laki-laki di sebelahmu itu, walaupun dengan perasaan berat yang ada di dalam hatiku, aku mulai berdiri dan hendak meninggalkan tempat itu.

Sekali lagi, ketika aku melihat dirimu sedang mengenakan baju yang dulu kita beli di toko baju yang berada di sekitar Jalan Gejayan itu, dan melihatmu menyandarkan kepalamu ke bahu laki-laki yang ada di sebelahmu itu, aku tersenyum lepas.

Aku, siap tidak siap, memang harus melepaskanmu di dalam kehidupanku agar kau tidak terbelenggu dengan rasa cintaku yang dapat membuatmu menderita.

Aku, sekali lagi, walaupun untuk yang terakhir kalinya, sangat bahagia melihat senyumanmu yang sempurna. Senyuman yang penuh dengan cerita-cerita indah yang mengingatkanku akan perasaan tenang bersamamu di saat berada di keramaian Malioboro, mengingatkanku akan betapa senangnya dirimu menyanyikan lagu-lagu dari Taylor Swift di tempat karokean lantai dua, dan mengingatkanku akan betapa hangatnya raga ini pernah menjadi tempat terhangatmu.

Aku, tidak bisa lagi merasakan semua itu.

Untukmu, kekasihku, kau sudah bebas mulai sekarang. Kau bebas melakukan apa yang kau sukai, apa pun itu, tanpa adanya gangguan-gangguan remeh dan beban dari diriku, lagi.