Salam Untuk Tuhan



Semesta menjadi sesuatu yang fana
Benang-benang mulai kusut tak berwarna
Doa yang terlontarkan berkumpul tanpa makna
Udara terasa begitu sesak, terisi harapan yang binasa

Jalur lurus yang kulihat menjadi banyak tak tentu arah
Tanah yang kupijak terisi jejak penuh amarah
Seketika diriku kaku tak sanggup melangkah
Apakah sudah waktunya untuk menyerah?

Oh, Tuhanku
Apakah Kau sedang marah?
Oh, ya Tuhanku
Apakah Kau sudah tak lagi sanggup menunjukkan arah?

Pedih, sungguh pedih
Kurebahkan tubuhku di atas tanah yang tak bertuan ini
Sedih, sungguh sedih 
Kupejamkan mata dengan bayangan yang penuh ironi


Puisi ini pernah di-publikasikan di Kompasiana