Serbuk-serbuk kecil mengkilat menyilaukan mata
Bayang-bayang tubuhku sudah tak lagi terlihat
Begitu cerahnya langit menghilangkan semuanya
Aku menangis lirih
Burung-burung di langit tertawa riang ke arahku
Segera kuusap air mata di pipi ini
Angin sejuk seketika menerpa kulitku yang kasar
Tulang belulangku menjadi teras dingin tak karuan
Aku tak bisa berdiri lagi
Kulihat burung-burung gagak masih tertawa riang di atas sana
Aku mencoba merangkak pelan sekuat tenaga
Melewati pegunungan pasir yang tersisa
Namun serbuk pasirnya tak pernah membiarkanku lewat begitu saja
Sampai kapan pun, aku tak akan bisa pergi
Sampai aku tersadar, tak ada lagi serbuk pasir yang tersisa untuk kulewati
Tak ada lagi sebuah ironi yang harus dihadapi
Tak ada lagi imajinasi keindahan di dalam mimpi
Karena pada akhirnya, aku pun akan mati
Dengan kedua tangan yang tak pernah terpatri
Puisi ini tayang di Kompasiana