Foto dari Arti Kothari Allard |
Reswara
terduduk kaku dan mematung, bersandar di sofa kesukaan yang ia beli, sehari
sebelum ia pindah ke apartemen miliknya. Ditemani dengan sebatang rokok yang
masih menyala di tangan kirinya, pandangan matanya tertuju ke luar jendela yang
terbuka lebar, membentangkan pemandangan langit sore dengan warna kemerahan.
"Apakah
kau baik-baik saja, Tiger?" celetuk Kasih secara tiba-tiba. Ia baru saja
selesai membereskan kamar, sembari merapikan alat-alat dan memasukan
baju-bajunya ke dalam koper. Namun, tidak ada respon sama sekali. Keheningan
begitu sangat terasa. Tidak ada suara yang keluar, kecuali suara musik
instrumental tentang astronomi yang Reswara putar sedari tadi.
Kasih
tahu betul apa yang sedang Reswara rasakan. Sebuah kegelisahan, ketakutan, dan
kesepian bercampur menjadi satu. Begitu pun dengan dirinya, yang juga merasakan
hal yang sama dengan Reswara. "Dulu, aku pernah berpikir bahwa aku tak
akan pernah menemukan dan merasakan semua ini. Aku sangat yakin akan hal
itu," kata Reswara. Mendengar hal itu, Kasih sedikit terkejut. Ia kemudian
berjalan menuju ke sofa, pelan-pelan duduk di sebelah Reswara tanpa pernah
melepas pandangannya terhadap wajah kekasihnya itu.
"Namun,
aku salah besar. Saat pertama kali kita bertemu, kau berhasil mewujudkan
konstelasi bintang yang ada di dalam imajinasiku, membuatku merasakan begitu
nyatanya akan suatu hal yang dulunya tak pernah terlihat," lanjut Reswara.
Kasih
tersenyum manis, kemudian ikut melihat ke arah luar jendela. "Aku tahu,
kau sangat suka melihat bintang itu dan memang hanya kaulah yang dapat
melihatnya dengan jelas. Namun sekarang, kau tak hanya dapat melihatnya,
melainkan dapat merasakannya juga." Kasih menjatuhkan tubuhnya ke sebelah
kanan, tepat ke arah Reswara.
Udara
dingin mulai terasa. Reswara mematikan rokoknya, lalu merebahkan tangan kirinya
ke samping, mendekap tubuh Kasih dan memastikan kehangatan tubuh kekasihnya.
"Aku adalah satu dari banyaknya miliar kepingan yang ada di dunia.
Mustahil untuk dapat dilihat oleh orang sepertimu, terkecuali jika diriku
bersinar sangat terang," Reswara mulai menoleh ke arah Kasih. Kasih masih
terdiam. Matanya terpejam dengan tenang dan damai. Tetapi kemudian, sebuah
senyuman indah muncul dari wajahnya. "Aku sangatlah gelap, dan kenapa kau
selalu saja memilihku?" lanjut Reswara.
Dengan
hembusan nafas panjang, Kasih membuka kedua matanya dan dengan perlahan menoleh
ke arah Reswara. "Karena hanya dirimulah yang dapat merasakan sisi
gelapku, seperti kau yang selalu merasakan keberadaan Venus di atas langit
sore. Terlebih lagi, kau selalu ada di dalamnya dan membawa percikan cahaya
utuh, tak pernah berhenti. Maka dari itu, aku dapat merasakan
keberadaanmu," jawab Kasih sambil memeluk tubuh Reswara.
Reswara
memeluk balik, dengan tangan kiri mendekap erat tubuh Kasih, dan tangan
kanannya mengelus dengan pelan rambut pendeknya. Kasih dapat merasakan sebuah
detakan kencang dari jantung Reswara. Detakan itu semakin membuatnya yakin
bahwa pikiran dan perasaan Reswara sedang sangat kacau.
"Kau
tahu, aku sangat lemah perihal jarak. Aku muak sekali harus jauh darimu untuk
waktu yang lama," keluh Reswara dengan nada kecil. Reswara memanglah orang
yang selalu rewel jika ingin ditinggalkan Kasih. Ketakutan yang ada di dalam
pikirannya selalu mendominasi setiap sedang jauh dengan Kasih. Pertanyaan yang
Reswara lontarkan juga akibat dari perasaan kacau yang sedang dirasakan
olehnya. Kasih sangat paham betul akan hal itu.
"Situasi
saat ini memanglah sangat menyebalkan. Aku tak bisa menolak untuk pergi ke
Yogyakarta dan meninggalkan rapat darurat ini dan kau memanglah harus tetap
bekerja. Tak usah khawatir tentang jarak. Kita harus terbiasa dengan hal ini.
Kau juga pasti tahu, aku pun merasakan apa yang kau rasakan. Aku tak akan
melakukan hal konyol seperti yang sedang kau pikirkan, aku tidaklah
bodoh. Trust me, you're gonna be okay. I'll be back. And you'll still have
yours, Tiger," kata Kasih diiringi kecupan hangat di pipi Reswara.
Jam
sudah menunjukan pukul 17.45 WIB, dengan begitu 15 menit lagi Kasih harus sudah
berada di terminal bus. Kasih meninggalkan Reswara yang masih terduduk di sofa,
lalu mengambil kopernya dan bersiap untuk pergi ke terminal.
"Kakakku
sudah menunggu di depan apartemen, sudah saatnya aku berangkat. Apapun yang
terjadi, tetaplah terhidrasi dan jaga kesehatanmu. Aku sangat mencintaimu,
Sayang."